SUKRASANA PADA SUMANTRI:
SUMANTRI,
KAKAKKU YANG TAMPAN
APA YANG SEDANG MATI-MATIAN KAU BURU
BEGITU TERGESANYA, SAMPAI CINTA LUPUT KAU BAWA
BISA KULIHAT BETAPA GIGIHNYA KAU PERJUANGKAN SEMUA MIMPI
HINGGA HABIS RASA
KEJAYAAN TAK KURANG TAK LEBIH ADALAH BENIH
KADANG KALA DIA TUMBUH MENJADI KESOMBONGAN YANG MENJULANG
-Lakon Sumantri Sukrasana oleh wayang urban Nanang Hape-
Panggung dipenuhi berbagai
perlengkapan layaknya menonton wayang kulit. Namun kehadiran alat musik modern,
disamping peralatan musik tradisional, membangkitkan rasa penasaran.
Satu persatu pemain musik
tradisional muncul dan menempati posisinya masing-masing. Sang Dalang Nanang
Hape, terlebih dahulu memperkenalkan filosofi dibalik Gunungan atau kayon.
Kisah belum dimulai, namun saya sudah tercengang. Seperti yang tergambar pada
Gunungan, manusia semasa hidup diberikan pilihan, namun pilihan itu kembali ke satu pucuk, yaitu jantung. Suatu
saat jantung akan berhenti berdetak, dan ketika itu terjadi apakah pilihan itu
sudah tepat.
Musik tradisional mengalun
memenuhi ruangan. Sang dalang membuka kisah. Lalu tetiba satu persatu pemain
lain muncul dan duduk bersama dalang. Candaan dan perubahan musik dari tradisonal bercampur
menjadi rasa kekinian, semakin membuat berdebar, menanti kejutan apa yang akan terjadi
selanjutnya.
Dikisahkan kakak beradik Sumantri
dan Sukrasana. Sumantri yang tampan dan gagah, demi mengejar ambisinya untuk
menjadi yang terhebat, meninggalkan
adiknya Sukrasana yang buruk rupa namun sangat mencintai kakaknya. Setelah
sampai ke negeri Mahespati, Sumantri mengabdi pada Prabu Harjuna Sastra . Tugas
pertama Sumantri adalah memenangkan sayembara merebut putri cantik Citrawati
dari negeri Magada.
Tak ada yang tetap pada lakon
Wayang Urban ini. Satu tokoh dapat
diperankan oleh beberapa orang, atau bahkan setiap orang memiliki beberapa
lakon, secara bergantian atau muncul bersamaan. Gimmick-gimmick pun tak
berhenti disitu, para pelakon juga ternyata adalah para pemain musik.
Kemudian cerita bergulir.
Sumantri berhasil memenangkan sayembara. Namun Sumantri merasa, apakah pantas
sang Raja mendapatkan Putri Citrawati, karena bagaimanapun juga ialah yang memenangkan
sayembara. Lantas Sumantri pun menantang sang raja untuk bertarung. Pertarungan
terjadi, dan dimenangkan oleh sang Raja. Karena walau Sumantri sakti namun sang
raja lebih sakti.
Namun adakah yang mengetahui
jerit hati putri Citrawati? Yang dipertaruhkan dan diperebutkan bagai barang
tak bernyawa?
Jerit hati putri Citrawati
digambarkan jelas oleh nyanyian dan kata-kata dari dua wanita yang muncul
Tak mau menyerahkan diri begitu
saja Putri Citrawati menantang Prabu Harjuna Sastra untuk memindahkan taman
kesayangannya yaitu taman Sriwedari dari Magada ke Mahespati dalam satu malam
saja. Tak kurang dan tak lebih satu helai daun pun.
Prabu Harjuna Sastra meminta
sumantri untuk memenuhinya. Dan kebetulan Sukrasana yang sudah sangat
merindukan kakaknya datang. Berkat Sukrasana keinginan yang sangat mustahil
dilakukan itu, dapat terwujud. Namun karena suatu kesalahan, akhirnya Sumantri
kehilangan pekerjaannya dan diusir dari kerajaan, iapun tak pelak menyalahkan
adiknya Sukrasana. Panah dihunuskan ke jantung Sukrasana. Sukrasana mati karena
tangan orang yang sangat dicintainya yaitu Sumantri. Sukrasana Mati karena
ambisi Sumantri
Tepuk tangan tak berhenti untuk
team Wayang urban dengan Dalang Nanang Hape. Saya belum pernah melihat wayang
disampaikan dengan begitu bebasnya, begitu “slengean”, begitu dalamnya. Musik
pun selalu berganti-ganti, pop, jazz, tanpa meninggalkan sentuhan Tradisi. Perasaan
saya benar-benar dipermainkan, sebentar serius, sebentar tertawa, sebentar
tercengang, sebentar bingung. Tak ada satu waktu dimana kami para penonton
begitu larut dalam suatu perasaan tertentu. Atau jangan-jangan memang itu
filosofi hidup yang ingin disampaikan. Jangan sampai kita berlarut-larut dalam
suatu rasa sedih atau bahagia, karena semuanya akan bergulir dan berganti
dengan cepat.
Mungkin jenis tampilan wayang ini
“menabrak” dari yang sudah ada dan yang sudah dilakukan dari dahulu. Mungkin
juga ada yang tidak setuju dengan gaya wayang seperti ini. Tetapi bagi saya
pribadi, wayang ini mampu mengubah cara pandang saya. Dari momok yang
membosankan dan susah dimengerti, menjadi sesuatu yang menarik dan mudah
dipahami. Bahkan saya sempat tak percaya bahwa waktu satu setengah jam berlalu
begitu saja. Dan ketika sang dalang
menyampaikan “ini lagu terakhir” saya masih sangat berharap itu hanyalah
gimmick. Jika tujuan wayang urban ini adalah untuk menarik perhatian kaum muda,
saya rasa cara ini akan sangat berhasil. Saya rasa tidak berlebihan jika saya
menganggap Wayang Urban sebagai salah satu Mahakarya Indonesia.
Lalu apa kaitannya Mad Dog dalam
cerita ini?, Mad Dog adalah tokoh yang
diperankan Yayan Ruhian pada film The Raid. Sebelum saya menceritakan lebih
jauh. Perlu diketahui saya sangat ngefans dengan beliau. Jadi, yah bisa
dibilang tulisan saya berikut ini sangat subyektif. Yaitu dari sisi seseorang
yang sangat mengidolakan beliau
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya
bahwa satu tokoh bisa dimainkan oleh beberapa aktor. Yayan Ruhian muncul
sebagai Sumantri ketika bertarung dalam sayembara memperebutkan dewi Citrawati.
Kehadirannya hanya sekitar lima menit, namun memukau. Nama Yayan Ruhian dikenal
setelah kesuksesan film The Raid. Walau sebelumnya ia juga tampil sebagai Erik
dalam film Merantau. Berkat film The
Raid pula beberapa aktornya dikenal secara Internasional termasuk Yayan Ruhian.
Nama Mad Dog pun sempat menjadi trending topic worldwide. bahkan sudah beredar
selentingan berita bahwa iapun terlibat dalam film Star Wars terbaru. Banyak
yang berpikir bahwa karirnya melesat begitu cepat.
Tapi untuk menjadi seorang Mad
Dog, dibutuhkan kegigihan dan kesabaran. Butuh belasan tahun untuk menjadi
sekuat dan selincah itu. Butuh kesabaran mendalami seni pencak silat, yang
sudah ditinggalkan banyak orang. Bahkan saya sendiri mengenal pencak silat
hanya sebatas mata pelajaran muatan lokal pada saat duduk dibangku sekolah
menengah pertama dulu. Namun seorang Yayan Ruhian. dengan penuh bangga ia
mengembangkan seni bela diri tradisional ini. Butuh dedikasi tanpa batas untuk
meraih sukses. Dalam film jepang “Yakuza Apocalypse” garapan Takashi Miike seorang
Yayan Ruhian harus mempersiapkan diri dan berlatih selama satu tahun. Berkat
usahanya itu tak heran Ia dapat menjejakkan kakinya di red carpet cannes film
festival dan Sundance Film Festival .Buat saya, prestasi yang diraihnya sudah
sangat luar biasa mengingat beliau belum lama menghiasi layar lebar. Namun jika
bertemu langsung dengan beliau, kesan yang ditangkap adalah sederhana, ramah,
sopan dan sedikit pemalu. Mungkin bahkan,
jika berpapasan dengan beliau di suatu tempat kita tidak akan menyadari bahwa
ia seorang bintang. Ia melayani dengan sangat baik siapapun yang bertanya,
wawancara atau sekedar foto bareng. Tak jarang ia membungkukkan badan sebagai
tanda hormat kepada lawan bicaranya, dan saya rasa gestur tersebut tidak bisa
dibuat-buat kalau bukan karena kebiasaan.
Hingga kemarin ada seseorang yang
bertanya pada beliau “akang kan sudah menjadi seorang bintang, kok masih aja
sederhana?” . Beliau terdiam sesaat dan menjawab” Justru saya takut, saya takut
tergoda, saya takut keluar dari diri saya yang begini, saya takut terlena dan
tidak mengenal diri saya sendiri.”
Seperti dalang Nanang Hape
bilang, hidup itu pilihan. Pilihan menjadi Sumantri dengan segala ketampanan
dan kehebatannya namun terbutakan ambisi. Atau menjadi seorang Yayan Ruhian,
yang awalnya tak dikenal kemudian berhasil menjadi bintang, namun justru takut
terlena dunia.
Kembali saya mengutip, Ono dino
Ono Tresno artinya Ada hari ada Cinta, Indah bukan jika setiap hari diwarnai
dengan cinta. Tetapi sedikit ambisi bisa merubahnya menjadi Ono Dunyo Ono
tresno: Ada Dunia Ada cinta, disini dunia yang dimaksud adalah materi. Cinta
hanya muncul ketika materi terpenuhi, ketika uang adalah segalanya. Jadi
siapakah yang akan kamu pilih? Menjadi Sumantri atau Mad dog?
No comments:
Post a Comment