“Bundaaaaaa,
lihaaattttt...... aku adalah bajak laut penguasa lautan” seru riang anakku dari atas kapal bajak laut
yang terdapat di tepi pantai.
“iya
sayang, mainnya hati-hati yah” balasku sembari melambaikan tangan.
Sudah
kuduga sebelumnya Fira, nama panggilan puteri kami, akan sangat menyukai Pirate
Bay ini, pemandangannya yang langsung ke laut serta berbagai kegiatan yang
ditawarkan akan memikat hati anak mana pun, walaupun kemarin ia juga mengatakan
menyukai kolam renang dengan kursi-kursi cantik yang terdapat di D’Opera.
----------------
“
Kamu yakin, mau kita ke Bali?” tanya suamiku
“Yakin
mas, berapa kali lagi sih kita harus ngebahas ini.....aku mau kita ke Bali, iya
kita bertiga!”
“Tapi
apa kamu udah pikirin ini semua matang-matang”
“Iya
aku udah pikirin semua dan segala resikonya. Aku cuma pengen dia punya kenangan
bahagia, bukan kenangan bolak balik ke rumah sakit. Aku ga pengen kita
menyesal.” aku terduduk, airmataku jatuh tak tertahankan.
Suamiku
pun memelukku, ia menghela nafas panjang. “OK, aku coba atur waktu, aku akan
ambil cuti dan beresin semua kerjaan, kita ke Bali yah.”
Bisa
dibilang aku adalah salah satu wanita yang beruntung. Setelah lulus kuliah, aku
langsung mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan. Beberapa tahun
kemudian aku pun menikah dengan lelaki
tampan yang selama ini kukagumi diam-diam. Kamipun mempunyai istana kecil kami
sendiri, sehingga kami pun bisa memulai berumah tangga secara mandiri.
Keberuntungan tidak hanya sampai disitu, setahun kemudian kami dikarunia
seorang putri cantik yang menjadi kesayangan semua orang, karena memang dia
cucu pertama baik dari keluargaku maupun keluarga suamiku.
Waktu
bergulir, istana kecil kami dipenuhi tawa riang anak semata wayang kami. Namun
semakin bertambah usia Shafira seringkali terkena flu dan juga mimisan. Awalnya
aku pikir dia sakit biasa saja, hingga akhirnya dokter menyarankan untuk
memeriksa secara keseluruhan.
Bagai
disambar petir di siang hari, aku masih ingat dengan jelas ketika dokter
menyatakan bahwa putri kecil kami terkena leukimia. Orang tua mana yang tidak
hancur hatinya ketika anaknya divonis seperti itu.
Leukimia
atau kanker darah, bagaimana bisa??? Usianya baru tujuh tahun....Anak sekecil
itu sudah menderita penyakit seberat itu. Bermalam-malam aku menangis dalam
pelukkan suamiku, mempertanyakan Tuhan atas ketidakadilan ini, dan mengapa
bukan aku saja yang terkena? Kenapa harus anakku?.
Bagai
orang gila, aku mencari kesana kemari berbagai rumah sakit yang dapat
menyembuhkan penyakit anakku. Namun itu belum seberapa, jika dibandingkan
ketika melihat anakku menjalani sesi kemoterapi, ketika melihat selang-selang
itu ditancapkan ke tubuhnya, ketika obat-obat itu masuk kedalam tubuhnya, dan
ketika ia menahan sakit dalam menjalani prosesnya.
Satu
hari setelah pulang sekolah, ia menangis begitu kencangnya, ia mengatakan bahwa
ia tak ingin lagi sekolah. Ternyata ia menjadi bahan ejekkan karena kepalanya
yang hampir botak, walau sudah berusaha ditutupi sedemikian rupa. Dia juga
mempertanyakkan mengapa aku membiarkan dokter-dokter merontokkan rambutnya.
Hatiku
mencelos, apa dayaku? Apa yang harus kujawab? Bagaimana aku harus menjelaskan?
Coba apa yang akan kalian katakan jika kalian berada di posisiku?.
Lambat
laun puteriku menerima keadaannya. Memang aku dan suamiku sepakat untuk tidak
menutup-nutupi tentang penyakitnya, karena bukankah akan lebih menyakitkan jika
kami harus selalu berbohong kepadanya. Dua tahun sudah ia menjalani berbagai
pengobatan dan terapi. Putri hebatku tak banyak mengeluh maupun mengaduh, namun
ia juga tak lagi tertawa riang.
“Bunda
kapan aku sembuh?” tanyanya
“Bunda
ga tau sayang, tapi kita terus usaha dan berdoa yah”
“Kalau
aku sembuh, aku boleh minta sesuatu ga?”
“Emangnya
kamu mau minta apa?”
“Aku
pengen jalan-jalan, pengen liat pantai, boleh ga?”
Aku
terdiam, tersadar akan permintaannya itu. Selama ini kami berusaha mengobati
dan mengobati. Setiap minggu setiap bulannya, kehidupan Fira hanya sekitar
rumah dan rumah sakit saja. Begitu terfokusnya kami terhadap berbagai
pengobatan yang harus dijalan Fira. Membuat kami terlupa bahwa ia juga
membutuhkan hal lain diluar itu.
“Bunda
kok diemmm ajaaa, boleh gaa?” Fira sambil menarik-narik tanganku.
“Nanti
kita tanya om dokter dulu yah sayang”
“Ahhhh,
bundaaa kenapa sih harus tanya om dokter dulu?” ia merajuk.
“Fira,
kita harus tanya om dokter dulu yah sayang....tapi bunda janji bakal ngerayu om
dokter dan ayah supaya kita bisa pergi ke pantai”
“Horeee
janji yah bunda” ia pun menyodorkan kelingkingnya, memintaku untuk balas
menautkan kelingkingku sebagai tanda perjanjian kami.
-------------
Dan
sampailah kami disini, di Bali. Karena Fira meminta pantai, maka tidak ada
tempat yang lebih tepat selain pulau dewata ini. Pulau kecil dengan berjuta
pesona kahyangannya.
Bisa
dibilang ini liburan pertama kami sebagai keluarga, dan aku ingin semuanya
sempurna, akupun mencari tempat terbaik untuk menghabiskan liburan kami. Tempat
dimana kami bisa menikmati keindahan laut, merasakan kenyamanan, berbagai menu
makanan yang menggugah selera, serta paling penting tempat untuk Fira beraktivitas
dan bersenang-senang. Untungnya suamiku pun menyetujuinya, walau harus bekerja
ekstra dan mengambil lembur untuk mendapatkan tambahan agar terwujudnya mimpi
putri kecil kami.
“Bunda, aku laparrrr” ujar Fira setelah
sekembalinya berpetualang menjadi bajak laut.
“Wah
tumben ada yang minta makan duluan, biasanya susah banget”
“Habis
disini enak-enak bunda”
“Fira
mau makan apa? Mau makan disini di rumah pohon, makan bebek, makan masakan
cina? Kamu mau yang mana?
Aku
tersenyum melihat wajahnya yang kebingungan, seolah ia ingin menjawab iya pada
semua pilihan yang kutawarkan.
“Mikirnya
lama ah, sambil mikir dan nunggu ayah nih bunda pesenin banana foster buat kamu.
Baru nanti kita makan siang di Bebek Bengil.”
Ia
pun memakannya dengan lahap, memang suasana di rumah pohon ini sangat nyaman
dan menyenangkan.Tak lama kemudian suamiku datang dan bergabung dengan kami.
Dengan
wajah serius ia menghadap Fira “Fira, ayah mau ngomong sesuatu sama kamu”
“Kita
udah harus pulang ya yah? Ayah udah harus kerja lagi?” sekilas muncul kekecewaan di wajahnya
“Fira
kamu ngerasa capek ga disini?”
“Ngga
ayah Fira ngga capek, Fira ngga usah dibawa ke rumah sakit yah”
Akupun
mulai bertanya-tanya apa gerangan yang ingin disampaikan suamiku. Siapakah yang
tadi ia hubungi? Kantornya kah? Rumah sakit? Atau dokternya Fira yang
menghubunginya?”
“
Kamu yakin Fira? Kamu ga ngerasain sakit?”
“Beneran
yah, Fira ga sakit”
“Apa
sih ayah? Daritadi sebenernya mau ngomong apa?” ujarku tak sabaran
Suamiku
pun menatap kami berdua dengan sungguh-sungguh “Ayah mau ngasih tau, barusan
ayah telepon kantor”........”dan kantor bilang kalau ayah boleh cuti beberapa
hari lagi, jadi kita bisa lebih lama disini”
Sejurus
kemudian Fira memeluk ayahnya. Mereka berdua tertawa lepas, wajahnya begitu
bahagia.
Setelah
dua tahun kami berjuang bersama, sewujud bahagia itu akhirnya kami dapatkan
dalam beberapa hari ini. Pahitnya kenangan akan rumah sakit berganti menjadi
kenangan ceria penuh tawa. The Bay Bali kau menjadi saksi atas memori indah
ini, dimana kembalinya senyuman anakku, dimana ia sejenak melupakan sakitnya,
dan membuat kami menjadi orang tua yang bangga karena mampu mewujudkan mimpi
buah cintanya.
Tuhan
aku tidak tahu apa keputusanmu atas nasib anakku shafira, namun aku
berterimakasih telah menganugerahkan ia dalam kehidupan kami. Terimakasih kami
diizinkan untuk belajar menjadi orang tua. Terimakasih telah mengajarkan arti
hidup.....maafkan aku Tuhan jika dulu aku mempertanyakan rencana dan
Kehendak-Mu.
Aku
Rosa, aku adalah ibu yang sangat beruntung dari seorang putri cantik yang kuat
No comments:
Post a Comment