Sunday, April 13, 2014

SEWUJUD BAHAGIA

“Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali (The bay bali) & Get discovered!"




Namaku adalah Rosa, aku adalah ibu dari seorang putri cantik bernama Shafira.




“Bundaaaaaa, lihaaattttt...... aku adalah bajak laut penguasa lautan”  seru riang anakku dari atas kapal bajak laut yang terdapat di tepi pantai.
“iya sayang, mainnya hati-hati yah” balasku sembari melambaikan tangan.
Sudah kuduga sebelumnya Fira, nama panggilan puteri kami, akan sangat menyukai Pirate Bay ini, pemandangannya yang langsung ke laut serta berbagai kegiatan yang ditawarkan akan memikat hati anak mana pun, walaupun kemarin ia juga mengatakan menyukai kolam renang dengan kursi-kursi cantik yang terdapat di D’Opera.
----------------
“ Kamu yakin, mau kita ke Bali?” tanya suamiku
“Yakin mas, berapa kali lagi sih kita harus ngebahas ini.....aku mau kita ke Bali, iya kita bertiga!”
“Tapi apa kamu udah pikirin ini semua matang-matang”
“Iya aku udah pikirin semua dan segala resikonya. Aku cuma pengen dia punya kenangan bahagia, bukan kenangan bolak balik ke rumah sakit. Aku ga pengen kita menyesal.” aku terduduk, airmataku jatuh tak tertahankan.
Suamiku pun memelukku, ia menghela nafas panjang. “OK, aku coba atur waktu, aku akan ambil cuti dan beresin semua kerjaan, kita ke Bali yah.”

Bisa dibilang aku adalah salah satu wanita yang beruntung. Setelah lulus kuliah, aku langsung mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan. Beberapa tahun kemudian aku pun menikah  dengan lelaki tampan yang selama ini kukagumi diam-diam. Kamipun mempunyai istana kecil kami sendiri, sehingga kami pun bisa memulai berumah tangga secara mandiri. Keberuntungan tidak hanya sampai disitu, setahun kemudian kami dikarunia seorang putri cantik yang menjadi kesayangan semua orang, karena memang dia cucu pertama baik dari keluargaku maupun keluarga suamiku.

Waktu bergulir, istana kecil kami dipenuhi tawa riang anak semata wayang kami. Namun semakin bertambah usia Shafira seringkali terkena flu dan juga mimisan. Awalnya aku pikir dia sakit biasa saja, hingga akhirnya dokter menyarankan untuk memeriksa secara keseluruhan.
Bagai disambar petir di siang hari, aku masih ingat dengan jelas ketika dokter menyatakan bahwa putri kecil kami terkena leukimia. Orang tua mana yang tidak hancur hatinya ketika anaknya divonis seperti itu.

Leukimia atau kanker darah, bagaimana bisa??? Usianya baru tujuh tahun....Anak sekecil itu sudah menderita penyakit seberat itu. Bermalam-malam aku menangis dalam pelukkan suamiku, mempertanyakan Tuhan atas ketidakadilan ini, dan mengapa bukan aku saja yang terkena? Kenapa harus anakku?.

Bagai orang gila, aku mencari kesana kemari berbagai rumah sakit yang dapat menyembuhkan penyakit anakku. Namun itu belum seberapa, jika dibandingkan ketika melihat anakku menjalani sesi kemoterapi, ketika melihat selang-selang itu ditancapkan ke tubuhnya, ketika obat-obat itu masuk kedalam tubuhnya, dan ketika ia menahan sakit dalam menjalani prosesnya.

Satu hari setelah pulang sekolah, ia menangis begitu kencangnya, ia mengatakan bahwa ia tak ingin lagi sekolah. Ternyata ia menjadi bahan ejekkan karena kepalanya yang hampir botak, walau sudah berusaha ditutupi sedemikian rupa. Dia juga mempertanyakkan mengapa aku membiarkan dokter-dokter merontokkan rambutnya.
Hatiku mencelos, apa dayaku? Apa yang harus kujawab? Bagaimana aku harus menjelaskan? Coba apa yang akan kalian katakan jika kalian berada di posisiku?.

Lambat laun puteriku menerima keadaannya. Memang aku dan suamiku sepakat untuk tidak menutup-nutupi tentang penyakitnya, karena bukankah akan lebih menyakitkan jika kami harus selalu berbohong kepadanya. Dua tahun sudah ia menjalani berbagai pengobatan dan terapi. Putri hebatku tak banyak mengeluh maupun mengaduh, namun ia juga tak lagi tertawa riang.


“Bunda kapan aku sembuh?” tanyanya
“Bunda ga tau sayang, tapi kita terus usaha dan berdoa yah”
“Kalau aku sembuh, aku boleh minta sesuatu ga?”
“Emangnya kamu mau minta apa?”
“Aku pengen jalan-jalan, pengen liat pantai, boleh ga?”
Aku terdiam, tersadar akan permintaannya itu. Selama ini kami berusaha mengobati dan mengobati. Setiap minggu setiap bulannya, kehidupan Fira hanya sekitar rumah dan rumah sakit saja. Begitu terfokusnya kami terhadap berbagai pengobatan yang harus dijalan Fira. Membuat kami terlupa bahwa ia juga membutuhkan hal lain diluar itu.
“Bunda kok diemmm ajaaa, boleh gaa?” Fira sambil menarik-narik tanganku.
“Nanti kita tanya om dokter dulu yah sayang”
“Ahhhh, bundaaa kenapa sih harus tanya om dokter dulu?” ia merajuk.
“Fira, kita harus tanya om dokter dulu yah sayang....tapi bunda janji bakal ngerayu om dokter dan ayah supaya kita bisa pergi ke pantai”
“Horeee janji yah bunda” ia pun menyodorkan kelingkingnya, memintaku untuk balas menautkan kelingkingku sebagai tanda perjanjian kami.

                                                      -------------

Dan sampailah kami disini, di Bali. Karena Fira meminta pantai, maka tidak ada tempat yang lebih tepat selain pulau dewata ini. Pulau kecil dengan berjuta pesona kahyangannya.
Bisa dibilang ini liburan pertama kami sebagai keluarga, dan aku ingin semuanya sempurna, akupun mencari tempat terbaik untuk menghabiskan liburan kami. Tempat dimana kami bisa menikmati keindahan laut, merasakan kenyamanan, berbagai menu makanan yang menggugah selera, serta paling penting tempat untuk Fira beraktivitas dan bersenang-senang. Untungnya suamiku pun menyetujuinya, walau harus bekerja ekstra dan mengambil lembur untuk mendapatkan tambahan agar terwujudnya mimpi putri kecil kami.

 “Bunda, aku laparrrr” ujar Fira setelah sekembalinya berpetualang menjadi bajak laut.
“Wah tumben ada yang minta makan duluan, biasanya susah banget”
“Habis disini enak-enak bunda”
“Fira mau makan apa? Mau makan disini di rumah pohon, makan bebek, makan masakan cina? Kamu mau yang mana?
Aku tersenyum melihat wajahnya yang kebingungan, seolah ia ingin menjawab iya pada semua pilihan yang kutawarkan.
“Mikirnya lama ah, sambil mikir dan nunggu ayah nih bunda pesenin banana foster buat kamu. Baru nanti kita makan siang di Bebek Bengil.”








Ia pun memakannya dengan lahap, memang suasana di rumah pohon ini sangat nyaman dan menyenangkan.Tak lama kemudian suamiku datang dan bergabung dengan kami.
Dengan wajah serius ia menghadap Fira “Fira, ayah mau ngomong sesuatu sama kamu”
“Kita udah harus pulang ya yah? Ayah udah harus kerja lagi?”  sekilas muncul kekecewaan di wajahnya
“Fira kamu ngerasa capek ga disini?”
“Ngga ayah Fira ngga capek, Fira ngga usah dibawa ke rumah sakit yah”
Akupun mulai bertanya-tanya apa gerangan yang ingin disampaikan suamiku. Siapakah yang tadi ia hubungi? Kantornya kah? Rumah sakit? Atau dokternya Fira yang menghubunginya?”

“ Kamu yakin Fira? Kamu ga ngerasain sakit?”
“Beneran yah, Fira ga sakit”
“Apa sih ayah? Daritadi sebenernya mau ngomong apa?” ujarku tak sabaran
Suamiku pun menatap kami berdua dengan sungguh-sungguh “Ayah mau ngasih tau, barusan ayah telepon kantor”........”dan kantor bilang kalau ayah boleh cuti beberapa hari lagi, jadi kita bisa lebih lama disini”
Sejurus kemudian Fira memeluk ayahnya. Mereka berdua tertawa lepas, wajahnya begitu bahagia.

Setelah dua tahun kami berjuang bersama, sewujud bahagia itu akhirnya kami dapatkan dalam beberapa hari ini. Pahitnya kenangan akan rumah sakit berganti menjadi kenangan ceria penuh tawa. The Bay Bali kau menjadi saksi atas memori indah ini, dimana kembalinya senyuman anakku, dimana ia sejenak melupakan sakitnya, dan membuat kami menjadi orang tua yang bangga karena mampu mewujudkan mimpi buah cintanya.

Tuhan aku tidak tahu apa keputusanmu atas nasib anakku shafira, namun aku berterimakasih telah menganugerahkan ia dalam kehidupan kami. Terimakasih kami diizinkan untuk belajar menjadi orang tua. Terimakasih telah mengajarkan arti hidup.....maafkan aku Tuhan jika dulu aku mempertanyakan rencana dan Kehendak-Mu.

Aku Rosa, aku adalah ibu yang sangat beruntung dari seorang putri cantik yang kuat






No comments:

Post a Comment