Friday, July 4, 2014

DUA MATAHARI TERBIT

Dinginnya kota magelang pada jam 3 pagi membuat siapapun ingin tetap meringkuk di balik selimut dan tetap berada di dunia mimpi. Tidak begitu dengan saya, walau sedikit enggan sayapun mulai bersiap-siap. Tuntutan pekerjaan kali ini membuat saya dan tim harus mengejar matahari terbit.

Jalanan menuju candi Budha yang termegah dan terkenal tentu saja masih gelap dan lengang. Untuk mengusir rasa kantuk yang terus menghinggapi saya pun terus berpikir akan melihat keajaiban yang akan terjadi.

Sesampainya di komplek candi Borobudur, penghubung kami yang merupakan orang dinas taman candi, membawa kami terlebih dahulu ke sebuah hotel. Hotel yang memang masih terletak di areal candi, ternyata menjadikan “pertunjukkan” matahari terbit di candi Borobudur sebagai daya tarik hotelnya.

Sedikit terkejut ketika mengetahui ternyata cukup banyak wisatawan asing yang berminat untuk melihat pergantian pagi ini. Berbekal senter dan mempercayakan jalan kepada satu orang, namun sudah hafal betul seluk beluk candi. Kami pun naik hingga tingkat tertinggi yaitu bagian arupadatu dimana disanalah stupa-stupa berada. Stupa-stupa yang dipercaya jika berhasil menyentuhnya maka akan mendatangkan rezeki. Yang belakangan kami tahu itu hanya mitos buatan saja.

Masih ada satu jam hingga terbitnya sang surya. Ada yang sudah memasang tripod kamera untuk mendapatkan posisi terbaik ketika jam magis itu tiba, ada juga yang memilih tempat untuk menunggu sambil tertidur sejenak.

Jam 5 kurang, semburat cahaya mulai mewarnai langit. Terucap syukur dan kekaguman tak ada habisnya, ketika hangat matahari mulai menggantikan rasa dinginnya malam. Ada yang terpukau, ada yg sibuk mengabadikan peristiwas tersebut dan ada juga yang memberikan penghormatan melalui gerakan-gerakan yoga.

Sinar matahari yang jatuh di sisi-sisi candi memberikan keindahan yang berbeda-beda di setiap sudutnya. Walau sudah kesekian kalinya mengelilingi bagian candi di tingkat teratas tersebut, namun kali  ini berbeda. Kejutan keindahan menunggu untuk ditemukan bagi mereka yang mau menelusurinya. Tak heran para wisatawan asing mau membayar mahal demi hadir di peristiwa magis ini. Peristiwa magis yang menyatukan berbagai orang dari berbagai belahan bumi, dengan latar belakang yang berbeda-beda, dengan caranya masing-masing, mengucap rasa syukur yang sama.

Matahari sudah sepenuhnya muncul, dan tak lama kemudian tiba-tiba rombongan anak SD sekitar kelas 3 atau 4 datang, lengkap dengan seragam dan buku serta alat tulis ditangan. Muka mereka begitu semangat walaupun sudah menaiki puluhan tangga candi yang cukup membuat terengah-engah. Entah mengapa rombongan ini menarik mata saya untuk melihat apa yang akan mereka lakukan.
Mereka pun berpencar ada yang berkelompok ada yang sendiri-sendiri. Ternyata mereka mulai mendekati turis-turis mancanegara. “Hallo my name is...” How do u do?” ...”What is your name?”. Where do u came from?” inilah  beberapa kalimat bahasa inggris yang keluar dari mulut mereka, ada yang terlihat yakin ada juga yang terbata-bata karena takut.

Orang yang mengantar kami pun menjelaskan bahwa anak-anak ini datang dari desa yang jaraknya lebih kurang 4 jam dari candi borobudur. Biasanya anak-anak ini sudah kumpul di sekolah masih masing-masing mulai dari tengah malam, agar dapat tiba pagi hari di Candi Borobudur. Biaya untuk transportasi pun merupakan hasil patungan antara pihak sekolah dan orang tua murid, dan dilakukan selama berbulan-bulan. Bisa dibayangkan, jangankan tempat les bahasa Inggris, buku pelajaran pun mereka harus berbagi karena keterbatasan biaya. Oleh karena itu hal ini mereka lakukan, karena inilah jalan satu-satunya agar anak-anak ini dapat belajar bahasa Inggris. Kegiatan ini dilakukan beberapa bulan sekali mulai dari anak kelas 3 hingga 6 SD. Jangan bayangkan perjalanan dengan kendaraan yang nyaman dan ber-AC untuk menempuh waktu 4 jam, bus-bus omprengan yang sudah tualah yang biasa mereka pakai.

Betapa malunya saya, menyadari tadi pagi sempat sedikit berat hati untuk bekerja, sangat berbeda dengan anak-anak itu yang datang penuh semangat. Senyuman terus merekah pagi itu, ketika melihat reaksi wisatawan mancanegara. Para turis asing ini dengan penuh senyuman menjawab setiap pertanyaan anak-anak tersebut. Jika ada anak yang terlihat gugup mereka pun tak ragu memberikan rangkulan. Wajah anak-anak pun semakin bersemangat jika sudah berhasil mendapatkan turis di wawancara. Kompetisi antar anak pun terlihat ketika yang satu berhasil mendapatkan banyak nama yang telah diwawancara, maka yang lain tak mau kalah.

Hari itu saya menyaksikan dua matahari terbit, yaitu dalam arti sesungguhnya. Sedangkan yang satu lagi adalah anak-anak itu. Semangat mereka, merupakan wujud nyata bahwa masih ada harapan untuk negeri ini. Mudah-mudahan cahaya itu tak pernah padam.


No comments:

Post a Comment