Tuesday, February 27, 2018
Keunikan Rasa Kota Tua bagian1
Kota Tua Jakarta memang selalu istimewa buat saya, sudah berkali-kali kesana namun tak pernah bosan rasanya. Belum lagi kalau sedang ada kawan atau relasi yang datang dari luar negeri pasti selalu saya ajak atau sarankan untuk kesini. Tidak cuma bangunannya saja, namun saya beberapa kali memlih “me time” di daerah sini. “Me Time” buat saya ngga jauh-jauh dari urusan makanan dan ternyata ga Cuma Kafe Batavia yang seru buat didatangin. Ini ada beberapa tempat diantaranya.
Buat kalian yang anak kereta kayak saya, tempat-tempat ini bisa didatangi cukup berjalan kaki dari stasiun Jakarta Kota/Beos.
1.
1. Semasa di Kota Tua Café
Semasa terletak di Gedung Olveh. Kalau dari Stasiun Jakarta Kota sebenarnya begitu keluar Stasiun kita sudah bisa melihat gedung ini diseberangnya. Hanya saja kita harus berjalan memutar sedikit untuk sampai ke gedung ini karena tidak bisa langsung menyeberang. Awalnya gedung Olveh ini adalah kantor asuransi pada jaman Hindia Belanda, namun setelah bubar gedung ini dibiarkan kosong begitu saja. Barulah tahun 2016 gedung ini direstorasi dan dimanfaatkan kembali.
Disini dijual juga berbagai pernak pernik yang unik |
Untuk menikmati kopi atau teh Semasa kita naik terlebih dahulu ke lantai 3. Setiap harinya juga kita bisa melihat Tea Ceremony yang dipandu oleh Joe, dan sekaligus menyicipi tehnya yang enak banget. Karena Joe sudah mendalami dunia teh selama 13 tahun, jadi kebayang kan gimana ngerasain teh yang disajikan oleh ahlinya langsung.
2. 2. Pantjoran Tea House
Setelah menikmati Kopi atau Teh tapi perut minta diisi makanan. Kita bisa berjalan menuju kearah pasar Petak 9 dan menemukan bangunan Unik di Hook jalan bernama “Pantjoran Tea House”. Awalnya gedung ini adalah sebuah apotik…..Ada sebuah tradisi unik yang dilaksanakan secara turun temurun. Yaitu tradisi Patekokan,yang awalnya digagas oleh Kapiten Gan Djie dan istrinya. di mana di depan resto tersebut selalu tersedia 8 buah teko berisi teh dan gelas, yang bisa diminum oleh siapa saja.
Kalau ingin menyicipi makanan peranakan disini tempatnya, untuk minuman berkisar sekitar 30 ribuan dan makanan berkisar dari 40 ribuan. Untuk catatan disini sama sekali tidak menyediakan menu daging babi dan juga minuman beralkohol.
3. 3. Kopi Oey Candranaya
Apa bedanya Kopi Oey ini dengan cabang lainnya? Sebenarnya tidak ada, menunya pun sama, Namun suasananya yang sangat berbeda. Terletak di sekitar Candranaya, jika kita kesini kita seolah ditarik ke dalam sebuah film Kung Fu jaman dulu, sangat sesuai dengan khas resto Kopi Oey. Dimanakah letaknya? Cukup mengarah ke hotel Novotel (jika Pantjoran Tea House/petak 9 belok kanan, menuju Candranaya kita tetap berjalan lurus.
Jadi coba nikmati keunikan rasa Kota Tua. Boleh loh kalau ada info lainnya yang bisa dicoba buat nongkrong-nongkrong asyik.
Friday, February 16, 2018
Ruang Impian 1
Sampai sekarang saya masih suka
nerima pekerjaan yang berkaitan dengan tulis menulis dan ketik mengetik.
Untungnya lagi dari kerjaan ini, adalah saya bisa ngerjain dari rumah tinggal
dikirim lewat email. Kayaknya enak ya kerja dari rumah, santai, kirim, beres. Sebenarnya
jujur aja, lingkungan di rumah kurang kondusif buat kerja, karena kalau di
kamar udah bersih dari kursi-kursian mengingat si bocah seneng banget
manjat-manjat yang bikin emaknya jantungan ngeliatnya. Karena ada meja tapi
ngga ada kursi, kebanyakan saya ngerjain di tempat tidur, yang jelas tidak
efektif karena seringkali malah keenakan terus ketiduran.
Akhirnya tempat kedua saya biasa
ngerjain kerjaan adalah ruang makan. Oke-oke aja sebenernya tapi kalau udah
waktunya makan dan makanan udah digelar, itu laptop dan kertas-kertas
berserakan udah harus disingkirkan, seringnya juga saya ga tahan godaan dan
ikutan makan.
Kadang banget saya keluar nyari café
atau resto yang sepi, kopi enak dan wi-fi kenceng pastinya. Tapi inipun ga
efektif karena bisa tekor mamak jajan mulu, belom lagi waktu yang terbatas ga
mungkin kan seharian ampe beres kerjaan disana mulu.
Jadi keinginan saya saat ini
adalah pengen banget punya ruang kerja yang kece dan nyaman. Tapi kayaknya
mahal ya kalau bikin ruang kerja di rumah, belom lagi harus bikin ruang khusus
wah kebayang berapa biaya yang habis. Sampai akhirnya saya browsing pinterest
dan nemuin beberapa inspirasi yang mungkin banget saya lakuin di rumah dan
hanya memanfaatkan sedikit ruang aja jadi ga perlu bongkar dan bangun ruangan
khusus. Kayak gini nih
![]() |
Yang ini sih memang harus ada ruang khusus tapi suaka aja konsepnya dan tetap kelihatan simple |
Kayaknya kalau punya ruang kerja kayak gitu inpirasi bisa lancar
keluarnya. Terus sekaligus bisa nambah semangat buat bikin prakarya-prakarya
buat belajarnya Rayyan. Lebih ideal lagi kalau sekalian make ini.
Mudah-mudahan aja ruang kerja impian saya bisa segera terwujud.
Labels:
inspirasi ruang,
ruang kerja
Tuesday, February 13, 2018
Berjalan Mengenal Chinatown-nya Jakarta
Beberapa tahun silam saya pernah
mendengar mengenai Jakarta Walking Tour saat itu saya berniat “wah harus nyoba
nih” tapi rencana tinggal rencana. Hingga beberapa waktu lalu saya iseng datang ke
salah satu cara temu blogger, dimana mendatangkan pembicara yang merupakan
founder dari Jakarta Good Guide yaitu Farid Mardhiyanto. Disana saya terpukau
dengan pemaparan beliau mengenai sudut-sudut kota Jakarta, dan dari situ saya berniat,
pokoknya saya harus nyoba walking tour ini. Seolah semesta menjawab, di hari
yang sama saya melihat postingan mereka mengenai paket Chinesse New Year
Walking Tour. Tanpa pikir panjang langsung aja daftar.
Sebenarnya China town tour ada 3x
seminggu, namun bedanya kali ini adalah di meeting pointnya kalau biasanya di
Candranaya, yang ini dimulai dan berakhir di “Semasa di Kota tua Café” yang
terletak di Gedung Olveh. Hujan yang sudah turun terus menerus selama seminggu
membuat saya sedikit khawatir, akhirnya saya membawa baju ganti, payung dan jas
hujan pokoknya “the show must go on”. Alhamdulillah dari pagi hingga dimulai
acara jalan-jalannya matahari bersinar cerah. Karena banyaknya peserta mendaftar
hingga kami dibagi menjadi 4 grup, masing-masing grup terdiri sekitar 20 orang.
Jam 9 lewat setelah pembagian
kelompok kami pun menuju kearah Glodok dengan Evan sebagai Tour Guide kami.
Tempat pemberhentian pertama kami
adalah Pantjoran Tea House. Pada tahun 1928 gedung ini adalah “Apothek Chung
Hwa” sejak dahulu daerah ini memang menjadi pusat perniagaan. Banyak orang yang
berdagang atau berlalu lalang di daerah ini nampak lelah dan kehausan. Sehingga
Kapiten Gan Djie (Kapiten pada masa itu, adalah seperti halnya Lurah di masa
sekarang) dan istrinya meletakkan delapan (pat) teko air teh dan gelas yang
dapat diminum bagi siapa saja. Tradisi Patekoan ini diteruskan hingga saat ini.
Pada tahun 1957 Apothek Chung Hwa
ditiadakan, dan semenjak saat itu Gedung ini dibiarkan kosong begitu saja. Lalu
pada Desember 2015 Jakarta Old Town Revitalization Corp menyelesaikan
revitalisasi dan menjadikan gedung ini sebagai gedung “Pantjoran Tea House”
Selanjutnya kami pun menelusuri
Pasar Petak 9, dan kami sempat melewati Toko Obat Bintang Terang yang sudah
berdiri selama 80 tahun.
Jalanan di pasar petak 9 cukup
sempit ditambah motor yang turut lewat, namun tidak menyurutkan kekaguman saya,
banyak hal yang tidak saya temui di pasar-pasar pada umumnya. Suasana pasar ini
mengingatkan saya pada Pasar Pembauran di Semarang.
Teripang yang dikirm langsung dari Bangka, dijual dengan harga mulai dari 750 ribu rupiah |
Selanjutnya sampailah kami di
Vihara Dharma Bhakti yang merupakan Klenteng tertua di Jakarta.
Lalu kami menelusuri jalan
kemenangan atau toa se bio. Hanya disinilah kita dapat melihat jalan yang masih memiliki altar persembahyangan
Kemudian kami melanjutkan
perjalanan ke Gereja Santa Maria De Fatima, uniknya gereja ini mengambil bentuk
rumah tradisional Cina, saya bahkan sempat berkali-kali bolak balik mengecek
plang namanya dan memastikan ini sebuah gereja.
Selanjutnya kami menuju ke daerah
Kalimati. Namun sebelumnya kami berhenti sejenak di Vihara Toa Se Bio
Jika tadi Pasar petak 9 sudah
cukup sempit di Gang Kalimati yang
menembus ke Gang Gloria sangat sempit sekaliiiii, 2 orang berjalan bersamaan
saja rasanya sulit. Di gang ini dipenuhi pedagang di kiri kanan jalan. Bau
berbagai masakan menguar di sepanjang gang. Pada zaman orde baru orang Tiong
Hoa di Indonesia tidak boleh melakukan berbagai aktivitas pekerjaan, oleh
karena itu mereka berdagang secara sembunyi-sembunyi, walau peraturan tersebut
kemudian dicabut. Namun gang ini tetap digunakan untuk berniaga.
Setiap sekali dalam setahun yaitu menjelang Imlek. Patung dewa-dewa diturunkan dan dibersihkan dengan pembersih khusus dan juga dibilas dengan air kembang. |
Di Gang Gloria banyak sekali ditemui penjual Cempedak goreng, buat beberapa orang mungkin aneh. Tetapi Ibu saya pun biasa membuat ini di rumah. |
Di akhir perjalanan kami menuju
ke Semasa di Kota Tua Café, dimana Tea Ceremony sudah menanti kami, dan rasa
green tea yang disajikan ite enak sekali, jauh berbeda dengan yang biasa saya
konsumsi.
Saya tak bisa menceritakan atau mengabadikan banyak-banyak karena
saya sempat ketinggalan rombongan karena keasikan foto, dan lebih seru juga
daripada moto kita mendengarkan cerita guide atau berinteraksi denga kawan grup
atau masyarakat sekitar. Jujur aja sekali tuh kurangggg banget, bahkan setelah acara bubar saya baik lagi ke pasar petak 9 dan makan siang di Pantjoran Tea House. Pokoknya saya niat mau
ikutan lagi.
Saturday, February 10, 2018
Semangat Dongeng Itu Masih Hidup
Papah adalah salah satu alasan
kenapa saya suka banget dengan cerita dongeng. Karena masih kecil, kala beliau
libur, pasti dia akan mendongeng sembari menidurkan kami. Lupa sih ceritanya
apa, tapi tokohnya pasti ada sakadang kuya, sakadang kancil, sakadang monyet
dll, saking sukanya ceritanya diulang-ulang terus. Bahkan seringkali Papah yang
bosan cerita, karena tahu anak-anaknya pasti sudah hafal dan suka mengkoreksi,
bahkan sering juga Papahnya yang ketiduran sebelum anak-anaknya. Papah dan
mamah juga selalu beliin buku cerita dan akhirnya saya dan teteh jadi penggila
buku.
Waktu kuliah ternyata saya baru
menyadari tidak semua orang tahu tentang dongeng nusantara. Awalnya lagi nyari
ide buat skripsi terus tiba-tiba menyadari kok banyak cerita dari berbagai
belahan dunia yang mirip satu sama lain. Pas saya tanya temen-temen soal cerita
Indonesia, saya makin kaget lagi ternyata mereka malah ngga tahu cerita
yang saya maksud, saat itu saya
menyebutkan timun suri, ande-ande lumut, ciung wanara, lutung kasarung. Mereka
geleng-geleng, mereka hanya pernah mendengar judulnya tapi ngga tau ceritanya.
Kemudian saya sebutkan kalau Cinderella, Aladin, Hansel& Gretel tau? Ya,
Jawabannya rata-rata semua tahu. Dari situlah akhirnya saya semakin tertarik
untuk mendalami dongeng. Akhirnya pun saya memahami kenapa waktu itu dongeng
Indonesia belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tapi selama banyak
anak-anak yang masih suka dengan buku cerita atau kegiatan mendongeng, saya sih
setuju-setuju saja terlepas darimana cerita itu berasal.
Makin kesini jujur saya makin
pesimis dengan kegiatan mendongeng, mengingat kearah mana kita menengok dari
muda sampai tua sibuk dengan gagdetnya (saya juga sih, kegiatan baca berkurang
semenjak asyik dengan smartphone). Ternyata dugaan saya SALAH BESAR. Dongeng
itu masih ada, ia hidup kuat, dan tumbuh berakar. Setelah sekian lama ingin
datang barulah di tahun kelima Festival Dongeng Indonesia akhirnya saya bisa
turut serta di tengah keramaian negeri dongeng. Banyaknya orang tua dan
anak-anak yang datang membuat saya terkejut, mereka pun terlihat sangat
antusias.
Panggung Utama |
Dari jauh hari saya memutuskan
untuk melihat penampilan story teller dari manca negara. Alasannya? Yah saya
belom pernah dan penasaran aja perbedaan cara mendongeng mereka dan Indonesia
gimana. Di hari itu saya memilih dua
pertunjukkan Spesial. Untuk pertunjukkan pertama ada Tanya Batt dari New
Zealand. Sebelumnya maaf selama
pertunjukkan kita sama sekali tidak boleh merekam atau mengambil gambar jadi
disini ngga ada foto yang mendukung cerita.
Ketika ia muncul ia sudah menarik
perhatian, dan ia membawa satu kantong kecil bersamanya, dimana kita diminta
untuk menebak isinya yang berkaitan dengan dongeng (padahal isinya hanya sebuah
kunci, dan satu buah benda berbentuk hati). Bisa dibilang seluruh gerakan
tubuhnya turut bercerita, sehingga tanpa sadar kita terus ingin mengikutinya,
tak lupa ia juga berganti-ganti suara sesuai tokoh cerita. Inti cerita
dongengnya adalah bagaimana Sang putri yang pintar, berani dan suka
berpetualang menyelamatkan pangeran dari Raksasa jahat.
Tanya Batt |
Kemudian storyteller kedua adalah
Seung Ah Kim dari Korea. Ia muncul dengan menggunakan Hanbok, dan langsung
menyanyikan lagu topi saya bundar yang dipelajarinya dalam waktu 3 hari. Ia pun
memberikan gerakan-gerakan yang diikuti baik oleh anak-anak atau dewasa,
semuanya turut serta. Sebagai ganti ia belajar lagu topi saya bundar, kami pun
sepakat untuk mempelajari lagu korea. Ia membawakan 3 cerita negeri korea
secara berturut-turut.
Setiap kegiatan mendongeng anak-anak duduk lesehan mendekat ke panggung |
Seung Ah Kim menunjukkan hadiah yang diterimanya dari pihak panitia |
Apa yang saya pelajari dari kedua
story teller ini? Mereka tak ragu untuk bergerak dan berinteraksi dengan anak-anak
karena walau mendongeng, tak hanya harus duduk diam dan terpaku. Mereka juga
tak ragu untuk mendobrak stereotype yang ada dan bercerita dengan bebasnya.
Mereka juga tidak menegur atau memarahi anak yang tidak menyimak dan tetap
mengapresiasi mereka.
Lalu apakah hal-hal itu tidak ada
di pendongeng Indonesia? Dulu saya pikir begitu, karena saya hanya menemui
konsep dongeng Interaktif di beberapa tempat saja. Tapi kemarin saya melihat
pendongeng-pendongeng Indonesia tak kalah seru dan menariknya dengan pendongeng
mancanegara. Salut dengan kreativitas mereka untuk memperjuangkan dongeng di
Indonesia.
Menurut salah satu narasumber
saya, alasan cerita dongeng Indonesia kurang diminati adalah karena isinya
terlalu berat dengan banyaknya pesan moral yang ingin disampaikan (bahkan
diakhir cerita dibuat catatan mengenai kisah moral pada cerita tersebut),
gambarnya kurang menarik, monoton dan juga menakut-nakuti. Tetapi itu dulu,
sekarang semua berubah, terbukti kemarin saya dibuat kagum dengan berbagai
macam buku dongeng yang dijual disana, favorit saya adalah buku-buku yang
dijual Dua Mata Saya (dijual melalui Tokopedia), baik cerita, penyajian gambar semuanya
sangat menarik.
Untuk beberapa penampilan story teller kita harus membeli tiket khusus terlebih dahulu, namun ada juga beberapa panggung yang menampilkan dongeng-dongeng yang dapat dinikmati secara cuma-cuma setiap jamnya dan menampilkan pendongeng dalam dan luar negeri. Oh iya selain kegiatan dongeng mendongeng,
pada festival juga terdapat beberapa workshop yang diikuti baik dewasa maupun anak-anak.
Serta menjual juga beberapa mainan dan kerajinan tangan. Pokoknya saya terkesan
sekali dengan acara Festival Dongeng Indonesia dan ngga sabar buat ikutan lagi.
Subscribe to:
Posts (Atom)