Saturday, February 10, 2018

Semangat Dongeng Itu Masih Hidup




Papah adalah salah satu alasan kenapa saya suka banget dengan cerita dongeng. Karena masih kecil, kala beliau libur, pasti dia akan mendongeng sembari menidurkan kami. Lupa sih ceritanya apa, tapi tokohnya pasti ada sakadang kuya, sakadang kancil, sakadang monyet dll, saking sukanya ceritanya diulang-ulang terus. Bahkan seringkali Papah yang bosan cerita, karena tahu anak-anaknya pasti sudah hafal dan suka mengkoreksi, bahkan sering juga Papahnya yang ketiduran sebelum anak-anaknya. Papah dan mamah juga selalu beliin buku cerita dan akhirnya saya dan teteh jadi penggila buku.

Waktu kuliah ternyata saya baru menyadari tidak semua orang tahu tentang dongeng nusantara. Awalnya lagi nyari ide buat skripsi terus tiba-tiba menyadari kok banyak cerita dari berbagai belahan dunia yang mirip satu sama lain. Pas saya tanya temen-temen soal cerita Indonesia, saya makin kaget lagi ternyata mereka malah ngga tahu cerita yang  saya maksud, saat itu saya menyebutkan timun suri, ande-ande lumut, ciung wanara, lutung kasarung. Mereka geleng-geleng, mereka hanya pernah mendengar judulnya tapi ngga tau ceritanya. Kemudian saya sebutkan kalau Cinderella, Aladin, Hansel& Gretel tau? Ya, Jawabannya rata-rata semua tahu. Dari situlah akhirnya saya semakin tertarik untuk mendalami dongeng. Akhirnya pun saya memahami kenapa waktu itu dongeng Indonesia belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tapi selama banyak anak-anak yang masih suka dengan buku cerita atau kegiatan mendongeng, saya sih setuju-setuju saja terlepas darimana cerita itu berasal.

Makin kesini jujur saya makin pesimis dengan kegiatan mendongeng, mengingat kearah mana kita menengok dari muda sampai tua sibuk dengan gagdetnya (saya juga sih, kegiatan baca berkurang semenjak asyik dengan smartphone). Ternyata dugaan saya SALAH BESAR. Dongeng itu masih ada, ia hidup kuat, dan tumbuh berakar. Setelah sekian lama ingin datang barulah di tahun kelima Festival Dongeng Indonesia akhirnya saya bisa turut serta di tengah keramaian negeri dongeng. Banyaknya orang tua dan anak-anak yang datang membuat saya terkejut, mereka pun terlihat sangat antusias.

Panggung Utama 










Dari jauh hari saya memutuskan untuk melihat penampilan story teller dari manca negara. Alasannya? Yah saya belom pernah dan penasaran aja perbedaan cara mendongeng mereka dan Indonesia gimana.  Di hari itu saya memilih dua pertunjukkan Spesial. Untuk pertunjukkan pertama ada Tanya Batt dari New Zealand.  Sebelumnya maaf selama pertunjukkan kita sama sekali tidak boleh merekam atau mengambil gambar jadi disini ngga ada foto yang mendukung cerita.

Ketika ia muncul ia sudah menarik perhatian, dan ia membawa satu kantong kecil bersamanya, dimana kita diminta untuk menebak isinya yang berkaitan dengan dongeng (padahal isinya hanya sebuah kunci, dan satu buah benda berbentuk hati). Bisa dibilang seluruh gerakan tubuhnya turut bercerita, sehingga tanpa sadar kita terus ingin mengikutinya, tak lupa ia juga berganti-ganti suara sesuai tokoh cerita. Inti cerita dongengnya adalah bagaimana Sang putri yang pintar, berani dan suka berpetualang menyelamatkan pangeran dari Raksasa jahat.






Tanya Batt

Kemudian storyteller kedua adalah Seung Ah Kim dari Korea. Ia muncul dengan menggunakan Hanbok, dan langsung menyanyikan lagu topi saya bundar yang dipelajarinya dalam waktu 3 hari. Ia pun memberikan gerakan-gerakan yang diikuti baik oleh anak-anak atau dewasa, semuanya turut serta. Sebagai ganti ia belajar lagu topi saya bundar, kami pun sepakat untuk mempelajari lagu korea. Ia membawakan 3 cerita negeri korea secara berturut-turut.


Setiap kegiatan mendongeng anak-anak duduk lesehan mendekat ke  panggung


Seung Ah Kim menunjukkan hadiah yang diterimanya dari pihak panitia





Apa yang saya pelajari dari kedua story teller ini? Mereka tak ragu untuk bergerak dan berinteraksi dengan anak-anak karena walau mendongeng, tak hanya harus duduk diam dan terpaku. Mereka juga tak ragu untuk mendobrak stereotype yang ada dan bercerita dengan bebasnya. Mereka juga tidak menegur atau memarahi anak yang tidak menyimak dan tetap mengapresiasi mereka.
Lalu apakah hal-hal itu tidak ada di pendongeng Indonesia? Dulu saya pikir begitu, karena saya hanya menemui konsep dongeng Interaktif di beberapa tempat saja. Tapi kemarin saya melihat pendongeng-pendongeng Indonesia tak kalah seru dan menariknya dengan pendongeng mancanegara. Salut dengan kreativitas mereka untuk memperjuangkan dongeng di Indonesia.
Menurut salah satu narasumber saya, alasan cerita dongeng Indonesia kurang diminati adalah karena isinya terlalu berat dengan banyaknya pesan moral yang ingin disampaikan (bahkan diakhir cerita dibuat catatan mengenai kisah moral pada cerita tersebut), gambarnya kurang menarik, monoton dan juga menakut-nakuti. Tetapi itu dulu, sekarang semua berubah, terbukti kemarin saya dibuat kagum dengan berbagai macam buku dongeng yang dijual disana, favorit saya adalah buku-buku yang dijual Dua Mata Saya (dijual melalui Tokopedia), baik cerita, penyajian gambar semuanya sangat menarik.

 
Buku cerita yang saya beli, Judulnya Mandala dan suka banget sama grafisnya


 Untuk beberapa penampilan story teller kita harus membeli tiket khusus terlebih dahulu, namun ada juga beberapa panggung yang menampilkan dongeng-dongeng yang dapat dinikmati secara cuma-cuma setiap jamnya dan menampilkan pendongeng dalam dan luar negeri. Oh iya selain kegiatan dongeng mendongeng, pada festival juga terdapat beberapa workshop yang diikuti baik dewasa maupun anak-anak. Serta menjual juga beberapa mainan dan kerajinan tangan. Pokoknya saya terkesan sekali dengan acara Festival Dongeng Indonesia dan ngga sabar buat ikutan lagi.









No comments:

Post a Comment