Papah adalah salah satu alasan
kenapa saya suka banget dengan cerita dongeng. Karena masih kecil, kala beliau
libur, pasti dia akan mendongeng sembari menidurkan kami. Lupa sih ceritanya
apa, tapi tokohnya pasti ada sakadang kuya, sakadang kancil, sakadang monyet
dll, saking sukanya ceritanya diulang-ulang terus. Bahkan seringkali Papah yang
bosan cerita, karena tahu anak-anaknya pasti sudah hafal dan suka mengkoreksi,
bahkan sering juga Papahnya yang ketiduran sebelum anak-anaknya. Papah dan
mamah juga selalu beliin buku cerita dan akhirnya saya dan teteh jadi penggila
buku.
Waktu kuliah ternyata saya baru
menyadari tidak semua orang tahu tentang dongeng nusantara. Awalnya lagi nyari
ide buat skripsi terus tiba-tiba menyadari kok banyak cerita dari berbagai
belahan dunia yang mirip satu sama lain. Pas saya tanya temen-temen soal cerita
Indonesia, saya makin kaget lagi ternyata mereka malah ngga tahu cerita
yang saya maksud, saat itu saya
menyebutkan timun suri, ande-ande lumut, ciung wanara, lutung kasarung. Mereka
geleng-geleng, mereka hanya pernah mendengar judulnya tapi ngga tau ceritanya.
Kemudian saya sebutkan kalau Cinderella, Aladin, Hansel& Gretel tau? Ya,
Jawabannya rata-rata semua tahu. Dari situlah akhirnya saya semakin tertarik
untuk mendalami dongeng. Akhirnya pun saya memahami kenapa waktu itu dongeng
Indonesia belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tapi selama banyak
anak-anak yang masih suka dengan buku cerita atau kegiatan mendongeng, saya sih
setuju-setuju saja terlepas darimana cerita itu berasal.
Makin kesini jujur saya makin
pesimis dengan kegiatan mendongeng, mengingat kearah mana kita menengok dari
muda sampai tua sibuk dengan gagdetnya (saya juga sih, kegiatan baca berkurang
semenjak asyik dengan smartphone). Ternyata dugaan saya SALAH BESAR. Dongeng
itu masih ada, ia hidup kuat, dan tumbuh berakar. Setelah sekian lama ingin
datang barulah di tahun kelima Festival Dongeng Indonesia akhirnya saya bisa
turut serta di tengah keramaian negeri dongeng. Banyaknya orang tua dan
anak-anak yang datang membuat saya terkejut, mereka pun terlihat sangat
antusias.
Panggung Utama |
Dari jauh hari saya memutuskan
untuk melihat penampilan story teller dari manca negara. Alasannya? Yah saya
belom pernah dan penasaran aja perbedaan cara mendongeng mereka dan Indonesia
gimana. Di hari itu saya memilih dua
pertunjukkan Spesial. Untuk pertunjukkan pertama ada Tanya Batt dari New
Zealand. Sebelumnya maaf selama
pertunjukkan kita sama sekali tidak boleh merekam atau mengambil gambar jadi
disini ngga ada foto yang mendukung cerita.
Ketika ia muncul ia sudah menarik
perhatian, dan ia membawa satu kantong kecil bersamanya, dimana kita diminta
untuk menebak isinya yang berkaitan dengan dongeng (padahal isinya hanya sebuah
kunci, dan satu buah benda berbentuk hati). Bisa dibilang seluruh gerakan
tubuhnya turut bercerita, sehingga tanpa sadar kita terus ingin mengikutinya,
tak lupa ia juga berganti-ganti suara sesuai tokoh cerita. Inti cerita
dongengnya adalah bagaimana Sang putri yang pintar, berani dan suka
berpetualang menyelamatkan pangeran dari Raksasa jahat.
Tanya Batt |
Kemudian storyteller kedua adalah
Seung Ah Kim dari Korea. Ia muncul dengan menggunakan Hanbok, dan langsung
menyanyikan lagu topi saya bundar yang dipelajarinya dalam waktu 3 hari. Ia pun
memberikan gerakan-gerakan yang diikuti baik oleh anak-anak atau dewasa,
semuanya turut serta. Sebagai ganti ia belajar lagu topi saya bundar, kami pun
sepakat untuk mempelajari lagu korea. Ia membawakan 3 cerita negeri korea
secara berturut-turut.
Setiap kegiatan mendongeng anak-anak duduk lesehan mendekat ke panggung |
Seung Ah Kim menunjukkan hadiah yang diterimanya dari pihak panitia |
Apa yang saya pelajari dari kedua
story teller ini? Mereka tak ragu untuk bergerak dan berinteraksi dengan anak-anak
karena walau mendongeng, tak hanya harus duduk diam dan terpaku. Mereka juga
tak ragu untuk mendobrak stereotype yang ada dan bercerita dengan bebasnya.
Mereka juga tidak menegur atau memarahi anak yang tidak menyimak dan tetap
mengapresiasi mereka.
Lalu apakah hal-hal itu tidak ada
di pendongeng Indonesia? Dulu saya pikir begitu, karena saya hanya menemui
konsep dongeng Interaktif di beberapa tempat saja. Tapi kemarin saya melihat
pendongeng-pendongeng Indonesia tak kalah seru dan menariknya dengan pendongeng
mancanegara. Salut dengan kreativitas mereka untuk memperjuangkan dongeng di
Indonesia.
Menurut salah satu narasumber
saya, alasan cerita dongeng Indonesia kurang diminati adalah karena isinya
terlalu berat dengan banyaknya pesan moral yang ingin disampaikan (bahkan
diakhir cerita dibuat catatan mengenai kisah moral pada cerita tersebut),
gambarnya kurang menarik, monoton dan juga menakut-nakuti. Tetapi itu dulu,
sekarang semua berubah, terbukti kemarin saya dibuat kagum dengan berbagai
macam buku dongeng yang dijual disana, favorit saya adalah buku-buku yang
dijual Dua Mata Saya (dijual melalui Tokopedia), baik cerita, penyajian gambar semuanya
sangat menarik.
Untuk beberapa penampilan story teller kita harus membeli tiket khusus terlebih dahulu, namun ada juga beberapa panggung yang menampilkan dongeng-dongeng yang dapat dinikmati secara cuma-cuma setiap jamnya dan menampilkan pendongeng dalam dan luar negeri. Oh iya selain kegiatan dongeng mendongeng,
pada festival juga terdapat beberapa workshop yang diikuti baik dewasa maupun anak-anak.
Serta menjual juga beberapa mainan dan kerajinan tangan. Pokoknya saya terkesan
sekali dengan acara Festival Dongeng Indonesia dan ngga sabar buat ikutan lagi.
No comments:
Post a Comment