Tuesday, February 13, 2018

Berjalan Mengenal Chinatown-nya Jakarta





Beberapa tahun silam saya pernah mendengar mengenai Jakarta Walking Tour saat itu saya berniat “wah harus nyoba nih” tapi rencana tinggal rencana. Hingga beberapa waktu lalu saya iseng datang ke salah satu cara temu blogger, dimana mendatangkan pembicara yang merupakan founder dari Jakarta Good Guide yaitu Farid Mardhiyanto. Disana saya terpukau dengan pemaparan beliau mengenai sudut-sudut kota Jakarta, dan dari situ saya berniat, pokoknya saya harus nyoba walking tour ini. Seolah semesta menjawab, di hari yang sama saya melihat postingan mereka mengenai paket Chinesse New Year Walking Tour. Tanpa pikir panjang langsung aja daftar.
Sebenarnya China town tour ada 3x seminggu, namun bedanya kali ini adalah di meeting pointnya kalau biasanya di Candranaya, yang ini dimulai dan berakhir di “Semasa di Kota tua Café” yang terletak di Gedung Olveh. Hujan yang sudah turun terus menerus selama seminggu membuat saya sedikit khawatir, akhirnya saya membawa baju ganti, payung dan jas hujan pokoknya “the show must go on”. Alhamdulillah dari pagi hingga dimulai acara jalan-jalannya matahari bersinar cerah. Karena banyaknya peserta mendaftar hingga kami dibagi menjadi 4 grup, masing-masing grup terdiri sekitar 20 orang.
Jam 9 lewat setelah pembagian kelompok kami pun menuju kearah Glodok dengan Evan sebagai Tour Guide kami.



Tempat pemberhentian pertama kami adalah Pantjoran Tea House. Pada tahun 1928 gedung ini adalah “Apothek Chung Hwa” sejak dahulu daerah ini memang menjadi pusat perniagaan. Banyak orang yang berdagang atau berlalu lalang di daerah ini nampak lelah dan kehausan. Sehingga Kapiten Gan Djie (Kapiten pada masa itu, adalah seperti halnya Lurah di masa sekarang) dan istrinya meletakkan delapan (pat) teko air teh dan gelas yang dapat diminum bagi siapa saja. Tradisi Patekoan ini diteruskan hingga saat ini.







Pada tahun 1957 Apothek Chung Hwa ditiadakan, dan semenjak saat itu Gedung ini dibiarkan kosong begitu saja. Lalu pada Desember 2015 Jakarta Old Town Revitalization Corp menyelesaikan revitalisasi dan menjadikan gedung ini sebagai gedung “Pantjoran Tea House”
Selanjutnya kami pun menelusuri Pasar Petak 9, dan kami sempat melewati Toko Obat Bintang Terang yang sudah berdiri selama 80 tahun.



Jalanan di pasar petak 9 cukup sempit ditambah motor yang turut lewat, namun tidak menyurutkan kekaguman saya, banyak hal yang tidak saya temui di pasar-pasar pada umumnya. Suasana pasar ini mengingatkan saya pada Pasar Pembauran di Semarang.



Teripang yang dikirm langsung dari Bangka, dijual dengan harga mulai dari 750 ribu rupiah




Selanjutnya sampailah kami di Vihara Dharma Bhakti yang merupakan Klenteng tertua di Jakarta.









Lalu kami menelusuri jalan kemenangan atau toa se bio. Hanya disinilah kita dapat melihat jalan yang masih memiliki altar persembahyangan 




Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Gereja Santa Maria De Fatima, uniknya gereja ini mengambil bentuk rumah tradisional Cina, saya bahkan sempat berkali-kali bolak balik mengecek plang namanya dan memastikan ini sebuah gereja.





Selanjutnya kami menuju ke daerah Kalimati. Namun sebelumnya kami berhenti sejenak di Vihara Toa Se Bio




Jika tadi Pasar petak 9 sudah cukup sempit di  Gang Kalimati yang menembus ke Gang Gloria sangat sempit sekaliiiii, 2 orang berjalan bersamaan saja rasanya sulit. Di gang ini dipenuhi pedagang di kiri kanan jalan. Bau berbagai masakan menguar di sepanjang gang. Pada zaman orde baru orang Tiong Hoa di Indonesia tidak boleh melakukan berbagai aktivitas pekerjaan, oleh karena itu mereka berdagang secara sembunyi-sembunyi, walau peraturan tersebut kemudian dicabut. Namun gang ini tetap digunakan untuk berniaga.




Setiap sekali dalam setahun yaitu menjelang Imlek. Patung dewa-dewa diturunkan dan dibersihkan dengan pembersih khusus dan juga dibilas dengan air kembang.







Di Gang Gloria banyak sekali ditemui penjual Cempedak goreng, buat beberapa orang mungkin aneh. Tetapi Ibu saya pun biasa membuat ini di rumah.


Di akhir perjalanan kami menuju ke Semasa di Kota Tua Café, dimana Tea Ceremony sudah menanti kami, dan rasa green tea yang disajikan ite enak sekali, jauh berbeda dengan yang biasa saya konsumsi. 






Saya tak bisa menceritakan atau mengabadikan banyak-banyak karena saya sempat ketinggalan rombongan karena keasikan foto, dan lebih seru juga daripada moto kita mendengarkan cerita guide atau berinteraksi denga kawan grup atau masyarakat sekitar. Jujur aja sekali tuh kurangggg banget,  bahkan setelah acara bubar saya baik lagi ke pasar petak 9 dan makan siang di Pantjoran Tea House. Pokoknya saya niat mau ikutan lagi.

No comments:

Post a Comment