Beberapa tahun silam saya pernah
mendengar mengenai Jakarta Walking Tour saat itu saya berniat “wah harus nyoba
nih” tapi rencana tinggal rencana. Hingga beberapa waktu lalu saya iseng datang ke
salah satu cara temu blogger, dimana mendatangkan pembicara yang merupakan
founder dari Jakarta Good Guide yaitu Farid Mardhiyanto. Disana saya terpukau
dengan pemaparan beliau mengenai sudut-sudut kota Jakarta, dan dari situ saya berniat,
pokoknya saya harus nyoba walking tour ini. Seolah semesta menjawab, di hari
yang sama saya melihat postingan mereka mengenai paket Chinesse New Year
Walking Tour. Tanpa pikir panjang langsung aja daftar.
Sebenarnya China town tour ada 3x
seminggu, namun bedanya kali ini adalah di meeting pointnya kalau biasanya di
Candranaya, yang ini dimulai dan berakhir di “Semasa di Kota tua Café” yang
terletak di Gedung Olveh. Hujan yang sudah turun terus menerus selama seminggu
membuat saya sedikit khawatir, akhirnya saya membawa baju ganti, payung dan jas
hujan pokoknya “the show must go on”. Alhamdulillah dari pagi hingga dimulai
acara jalan-jalannya matahari bersinar cerah. Karena banyaknya peserta mendaftar
hingga kami dibagi menjadi 4 grup, masing-masing grup terdiri sekitar 20 orang.
Jam 9 lewat setelah pembagian
kelompok kami pun menuju kearah Glodok dengan Evan sebagai Tour Guide kami.
Tempat pemberhentian pertama kami
adalah Pantjoran Tea House. Pada tahun 1928 gedung ini adalah “Apothek Chung
Hwa” sejak dahulu daerah ini memang menjadi pusat perniagaan. Banyak orang yang
berdagang atau berlalu lalang di daerah ini nampak lelah dan kehausan. Sehingga
Kapiten Gan Djie (Kapiten pada masa itu, adalah seperti halnya Lurah di masa
sekarang) dan istrinya meletakkan delapan (pat) teko air teh dan gelas yang
dapat diminum bagi siapa saja. Tradisi Patekoan ini diteruskan hingga saat ini.
Pada tahun 1957 Apothek Chung Hwa
ditiadakan, dan semenjak saat itu Gedung ini dibiarkan kosong begitu saja. Lalu
pada Desember 2015 Jakarta Old Town Revitalization Corp menyelesaikan
revitalisasi dan menjadikan gedung ini sebagai gedung “Pantjoran Tea House”
Selanjutnya kami pun menelusuri
Pasar Petak 9, dan kami sempat melewati Toko Obat Bintang Terang yang sudah
berdiri selama 80 tahun.
Jalanan di pasar petak 9 cukup
sempit ditambah motor yang turut lewat, namun tidak menyurutkan kekaguman saya,
banyak hal yang tidak saya temui di pasar-pasar pada umumnya. Suasana pasar ini
mengingatkan saya pada Pasar Pembauran di Semarang.
Teripang yang dikirm langsung dari Bangka, dijual dengan harga mulai dari 750 ribu rupiah |
Selanjutnya sampailah kami di
Vihara Dharma Bhakti yang merupakan Klenteng tertua di Jakarta.
Lalu kami menelusuri jalan
kemenangan atau toa se bio. Hanya disinilah kita dapat melihat jalan yang masih memiliki altar persembahyangan
Kemudian kami melanjutkan
perjalanan ke Gereja Santa Maria De Fatima, uniknya gereja ini mengambil bentuk
rumah tradisional Cina, saya bahkan sempat berkali-kali bolak balik mengecek
plang namanya dan memastikan ini sebuah gereja.
Selanjutnya kami menuju ke daerah
Kalimati. Namun sebelumnya kami berhenti sejenak di Vihara Toa Se Bio
Jika tadi Pasar petak 9 sudah
cukup sempit di Gang Kalimati yang
menembus ke Gang Gloria sangat sempit sekaliiiii, 2 orang berjalan bersamaan
saja rasanya sulit. Di gang ini dipenuhi pedagang di kiri kanan jalan. Bau
berbagai masakan menguar di sepanjang gang. Pada zaman orde baru orang Tiong
Hoa di Indonesia tidak boleh melakukan berbagai aktivitas pekerjaan, oleh
karena itu mereka berdagang secara sembunyi-sembunyi, walau peraturan tersebut
kemudian dicabut. Namun gang ini tetap digunakan untuk berniaga.
Setiap sekali dalam setahun yaitu menjelang Imlek. Patung dewa-dewa diturunkan dan dibersihkan dengan pembersih khusus dan juga dibilas dengan air kembang. |
Di Gang Gloria banyak sekali ditemui penjual Cempedak goreng, buat beberapa orang mungkin aneh. Tetapi Ibu saya pun biasa membuat ini di rumah. |
Di akhir perjalanan kami menuju
ke Semasa di Kota Tua Café, dimana Tea Ceremony sudah menanti kami, dan rasa
green tea yang disajikan ite enak sekali, jauh berbeda dengan yang biasa saya
konsumsi.
Saya tak bisa menceritakan atau mengabadikan banyak-banyak karena
saya sempat ketinggalan rombongan karena keasikan foto, dan lebih seru juga
daripada moto kita mendengarkan cerita guide atau berinteraksi denga kawan grup
atau masyarakat sekitar. Jujur aja sekali tuh kurangggg banget, bahkan setelah acara bubar saya baik lagi ke pasar petak 9 dan makan siang di Pantjoran Tea House. Pokoknya saya niat mau
ikutan lagi.
No comments:
Post a Comment